BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
- Menurut Stainback bahwa sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama.
- Staub dan Peck mengemukakan pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas. Hal ini menunjukkan kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak-anak berkelainan, apapun kelainan jenisnya.
- Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 tahun 2009, menyebutkan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik umumnya.
- Anak tunanetra, yaitu anak yang mengalami kelainan kehilangan ketajaman penglihatan sedemikian rupa sehingga penglihatannya tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk untuk sekolah sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus.
- Anak tunarungu, yaitu anak yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar, baik kehilangan kemampuan mendengar sama sekali maupun kehilangan kemampuan mendengar sebagian.
- Anak tunagrahita, yaitu anak yang memiliki keterbatasan perkembangan fungsi-fungsi inteligensi, kapasitas inteligensinya berada di bawah rata-rata anak.
- Anak tunadaksa, yaitu anak yang memiliki kelainan fungsi fisik yang sedemikian rupa sehingga mengganggu proses pembelajaran yang biasa digunakan bagi siswa umum.
- Anak tunalaras, yaitu anak dengan gangguan emosional, anak dengan kekacauan psikologis, atau anak dengan hambatan mental.
- Anak berkesulitan belajar, adalah anak yang mengalami kesulitan atau gangguan dalam belajar bidang akademik dasar sebagai akibat terganggunya sistem saraf yang terkait atau pengaruh secara langsung dari berbagai faktor lainnya dan ditandai dengan kesenjangan antara potensi yang dimiliki dengan prestasi yang dicapai.
- Anak lambat belajar, yaitu siswa yang inteligensinya berada pada taraf perbatasan dengan IQ 70-85 berdasarkan tes inteligensi baku.
- Anak berbakat, yaitu anak yang secara umu keberbakatannya ditandai dengan ciri IQ yang secara signifikan di atas rata-rata anak biasa dan mempunyai karakteristik tertentu.
- Anak autisme, yaitu anak yang sangat asyik dengan dirinya sendiri seolah-olah ia hidup dalam dunianya sendiri. Autisme merupakan suatu keadaan ketidakmampuan seseorang melakukan kontak sosial dengan lingkungannya dengan berbagai komunikasi.
- Pendidikan inklusif membuka kesempatan kepada semua jenis siswa.
- Prinsip motivasi. Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
- Prinsip latar/konteks. Guru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, dan semaksimal mungkin menghindari pengulangan-pengulangan materi pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi anak.
- Prinsip keterarahan. Setiap anak melakukan kegiatan pembelajaran, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menyiapkan bahan dan alat yang sesuai serta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat.
- Prinsip hubungan sosial. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, seakan interaksi banyak arah.
- Prinsip belajar sambil bekerja. Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan praktek atau percobaan, menemukan sesuatu melalui pengamatan, penelitian dan sebagainya.
- Prinsip individualisasi. Guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan maupun ketidakmampuannya dalam menyerap materi pelajaran, kecepatan maupun kelambatannya dalam belajar, sehingga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing anak mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai.
- Prinsip menemukan. Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu memancing anak untuk terlibat secara aktif baik fisik maupun mental, sosial dan emosional.
- Prinsip pemecahan masalah. Guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan/problem yang ada di lingkungan sekitar dan anak dilatih untuk merumuskan, mencari data, menganalisis, dan memecahkannya sesuai dengan kemampuannya.
- Sistem penerimaan siswa baru, khususnya ditingkat pendidikan menengah dan atas yang menggunakan nilai ujian nasional sebagai kriteria penerimaan. Siswa hanya dapat diterima kalau hasil ujian nasionalnya memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah.
- Dijadikannya pencapaian hasil ujian nasional sebagai kriteria sekolah bermutu, bukan diukur dari kemampuannya dalam mengoptimalkan kemampuan siswa secara komprehensif sesuai dengan keragaman.
- Penggunaan label sekolah inklusif dan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Naional pasal 41 ayat 1 tentang keharusan memiliki tenaga kependidiakn khusus bagi sekolah inklusif sebagai alasan melakukan penolakan masuknya anak berkelainan ke sekolah yang bersangkutan yang ditandai dengan munculnya gejala “ekslusivisme baru”, yaitu menolak anak berkebutuhan khusus dengan alasan belum memiliki tenaga khusus atau sekolahnya bukan sekolah inklusi.
- Kurikulum pendidikan umum yang ada sekarang ini belum mengakamodasi keberadaan anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel).
- Masih dipahaminya pendidikan inklusif secara dangkal, yaitu semata-mata memasukkan anak disabled children ke sekolah regular, tanpa upaya mengakmodasi kebutuhan khususnya. Kondisi ini dapat menjadikan anak tetap tereklusi dari lingkungan karena anak merasa tersisih, terisolasi, ditolak, tidak nyaman, sedih, marah dan sebagainya. Padahal makna inklusif adalah ketika lingkungan kelas atau sekolah mampu memberikan rasa senang, menerima, ramah, bersahabat, peduli, mencintai, menghargai, serta hidup dan belajar dalam kebersamaan.
- Munculnya label khusus yang sengaja diciptakan oleh pemerintah maupun masyarakat yang cenderung membentuk sikap ekslusivisme, seperti sekolah unggulan, sekolah berstandar nasional (SNI), sekolah rintisan berstandar nasional (RSBI), sekolah favorit, sekolah percontohan, kelas akselerasi serta sekolah-sekolah yang berbasis agama. Kondisi ini tentu dapat berdampak pada sekolah inklusi sebagai sekolah kelas dua karena menerima anak berkebutuhan khusus dengan sekolah special school.
- Masih terbatasnya perhatian dan keseriusan pemerintah dalam mempersiapkan pendidikan inklusif secara matang dan komprehensif, baik dari aspek sosialisasi, penyiapan sumber daya maupun uji coba metode pembelajaran, sehingga hanya terkesan program eksperimental.
- Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menempatkan anak luar biasa atau anak dengan kebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal dalam satu kelas di sekolah umum yang dekat dengan tempat tinggalnya.
- Kategori siswa pendidikan inklusi yaitu peserta didik yang memiliki kelainan sebagaimana dimaksud terdiri atas tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya, memiliki kelainan lainnya, tunaganda.
- Prinsip dasar pendidikan inklusif yaitu: a) pendidikan inklusif membuka kesempatan kesempatan kepada semua jenis siswa, b) pendidikan inklusif menghindari semua aspek negatif labeling, c) pendidikan inklusif selalu melakukan check dan balances. Sedangkan prinsip pembelajaran yang harus menjadi perhatian guru dalam sekolah inklusif yaitu: a) prinsip motivasi, b) prinsip latar/konteks, c) prinsip keterarahan, d) prinsip hubungan sosial, e) prinsip belajar sambil bekerja, f) prinsip individualisasi, g) prinsip menemukan, h) prinsip pemecahan masalah.
- Tujuan pendidikan inklusif adalah untuk menjamin hak setiap warga sekolah mendapatkan pendidikan, menghilangkan diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus dan membantu meningkatkan mutu pendidikan. Tujuan praktis yang ingin dicapai dalam pendidikan inklusif meliputi tujuan yang dapat dirasakan langsung oleh anak, guru, orang tua dan masyarakat.
- Ada beberapa tantangan implementasi pendidikan inklusif yang harus ditangani secara bijak dan serius sehingga pelaksanaan pendidikan inklusi berhasil.